Ironis bukan kalau di satu sisi pemerintah provinsi Jawa barat, mengelolakan uang rakyatnya untuk memperbaiki aliran sungai Citarum yang sudah penuh tertimbun dengan sampah. Sampah-sampah dan endapan dari sungai Citarum di keruk, hasilnya ratusan ribu kubic setiap harinya yang berhasil di keruk dari sungai Citarum dan sekarang tahapan pembenahan sungai Citarum sudah hampir 70 % dari total perencanaan pembenahan pengerukan tersebut.
Tapi apa yang terlihat sekarang ketika hujan mengguyur kota Bandung dan sekitarnya, air-air hujan tersebut ternyata membawa ribuan sampah yang mungkin jumlahnya sampai puluhan ton dalam satu hari. Kita bisa bayangkan bila sampah -sampah itu tiap hari terbawa ke sungai Citarum, dan kita bisa prediksi kapan sungai Citarum itu harus di keruk kembali karena sampah akan segera menggunung kembali di sungan Citarum. Mungkin tidak akan hitungan tahunan pemerintah harus menggunakan uang rakyatnya untuk mengeruk sungai Citarum tersebut.
Ulah rakyat yang tak bertanggungjawab, yang tak menyadari bahwa ulahnya akan membuat rakyat sendiri yang menderita. Seandainya rakyat termasuk pemerintahnya menyadari semua itu tentunya semua ini mungkin tidak akan terjadi dan tidak akan banyak menghabiskan uang rakyat untuk proyek tersebut yang kadang di sunat dengan ketentuan birokrat atau untuk kepentingan sekelompok golongan tertentu.
Ribuan sampah yang hayut terbawa air yang hitam legam di sungai Citarum, mencermintan prilaku para penduduknya yang membuat kontribusi terhadap dampak pencemaran tersebut. Prilaku yang brokrok, yang tidak betanggungjawab, prilaku yang jauh dari norma-norma dan etika kebersihan dan kesehatan, jauh dari etika yang ramah lingkungan, sungguh suatu keprihatinan, kalau kita ibaratkan pada sebuah penyakit mungkin ini suatu kondisi yang sangat kritis, yang akan mengancam jiwa yang mungkin berujung dengan kematian.
Sungguh suatu hal yang harus secepatnya kita sadari, bahwa kita semua sedang sakit, dan obatnya hanya kita sediri yang mengetahui. Resep dan ketentuannya semua sudah kita ketahui, tinggal bagaimana pelaksanaannya. Penyakit yang sebenarnya mungkin ada pada kejiwaan kita, sehingga kita tidak sadar akan bahanya. Darah kita harus di cuci, otak kita harus di netralisasi, agar pradigma dan cara pandang serta prilaku kita bisa lebih sehat.
“Memang itu kenyataan yang terjadi, bahwa tingkat kesadaran masyarakat kita tetang bahaya sampah sangatlah kurang, Mungkin kalau sudah terjadi seperti kasus yang terjadi di TPA Lewi Gajah yang makan banyak korban, mungkin kita akan sadar sejenak, dan biasanya terlupakan kembali” Ujara Jefri Rohman, salah satu peneliti lingkungan dari PSDK.
Sungai Citarum hanya salah satu diantara ribuan sungai yang ada di Indonesia, yang mungkin nasibnya tak jauh beda dengan sungai Citarum ini. Disadari atau tidak disadari kerusakan habitat lingkungan tersebut hampir sepenuhnya ulah para mahluk yang disebut manusia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar